Dalam penyusunan sejarah Desa Bebetin. Penyusun mempergunakan beberapa cara,
terutama pengumpulan dokumen dan mengadakan wawancara dengan para tetua yang
diperkirakan dapat memberikan penjelasan tentang lahirnya Desa Bebetin.
Disamping itu penyusun sejarah ini kami dasrkan pada
prasasti Desa Bebetin yang telah diterjemahkan oleh Almarhum I Ketut Ginarsa,
1966 ( Karyawan Gedong Kertya Singaraja ). Turunan Rontal druwen Jero
Pasek Menyali, yang diketik tanggal 3 Maret 1988 oleh I Made
Pardika dengan judul “ Gegaduhan Prabu Sakti “ serta sebuah buku
yang berjudul Katuturan Jero Pasek Bulian yang disusun oleh I
Gusti Bagus Sudiasta, 1977
Pada awalnya disebut-sebut Banua Baru pada tahun 896 masehi
dengan wilayah yang batasnya :
Sebelah Utara : Tasik ( Laut )
Sebelah Timur : Menanga
Sebelah Selatan : Bukit Mengandang
Sebelah Barat : Tukad ( Sungai Batang )
Pada tahun 989 Masehi , keadaan Banua
Baru mengalami bencana, yaitu mendapat serangan dari bajak-bajak laut
yang datang dari arah utara ( Laut Bali). Penduduk menjadi korban serta
harta-benda milik penduduk ikut dirampas. Pada tahun 1050 Masehi. Banua Baru
belum bisa berbenah diri, yaitu pada masa pemerintahan Raja Anak Wungcu.
Karena musibah yang menimpa Banua Baru tersebut, maka oleh raja, penduduk Banua Baru diberikan keringanan berupa bebas
pajak. Masalah kerusuhan-kerusuhan yang datangnya dari laut (bajak laut)
rupa-rupanya banyak merusak desa kuno di Bali Utara, seperti Desa Julah ,
Les , Bulian , dan lain-lain.
Pada tahun 1260 Masehi, nama Banua Baru
tidak disebut lagi, yang disebut adalah Desa Depeha , Menyali , Bulian,
Bayad , Bebetin. Bila disimak akibat serangan bajak laut terhadap Banua
Baru, selama 61 tahun ( 898-1050)
masih tetap dalam keadaan rusak, maka wajarlah Banua Baru punah dan berubah
menjadi semak belukar ( Betbetan = bahasa Bali). Kata bet
seperti membaca kata betul
Suatu wilayah
yang sudah tercantum dalam prasasti tidaklah dilupakan begitu saja , bahkan
terus ditumbuh kembangkan oleh generasi berikutnya. Hal ini terbukti dari
dikirimnya cucu Kyai Agung Pasek Gelgel ke wilayah sebelah Barat
Pakwan ( Pakisan ) untuk memimpin palemahan ( wilayah ) baru. Pemimpin wilayah pada
saat itu disebut Pasek (1314 Masehi ). Pembukaan hutan dimulai dengan merambas
dan membongkar akar-akar pohon ( ngelasak ) untuk dijadikan
bidang datar , tegalan , atau sawah. Seseorang yang berkharisma dalam
mengintruksikan sesuatu kepada bawahannya, sering menjadi kenangan yang abadi.
Seorang pemimpin ikut turun-tangan dan langsung menyatu dengan bawahannya dan
memberi komando agar akar-akar pohon itu dibongkar ( bahasa Bali = bet
). Kata bet dilafalkan seperti halnya melafalkan kata besok.
Kata bet diulang dan mendapat sufik in menjadi Bet
+ bet + in Betbetin Bebetin
Yang dikirim dari Klungkung ke wilayah
ini adalah cucu dari Kiyai Agung Pasek Gelgel. Beliau diberikan
tugas memimpin wilayah yang baru direnovasi ini. Sebagai pemimpin di wilayah
ini, beliau digelari Pasek Bebetin. Karena nama seorang pemimpin di suatu
wilayah ( desa ) pada masa itu adalah Pasek atau Bendesa
yang statusnya sama dengan Kades (
Kepala Desa ) di zaman pemerintahan sekarang. Gelar seorang pasek biasanya
disesuaikan dengan nama wilayah yang dipimpinnya. Dengan demikian yang bertugas
memimpin Desa Depeha disebut Pasek Depeha; yang memimpin Desa Bulian disebut
Pasek Bulian, yang memimpin Desa Sangsit disebut Bendesa Sangsit.
Untuk melengkapi penjelasan asal Desa
Bebetin yang konon dahulu sebagai semak belukar dan sekaligus untuk mengacu
kearah itu antara lain :
1) Nama seperti
Banjar Dangin Bingin : Banjar Munduk Pule; Banjar Bengkel; Banjar Kresek;
Banjar Pakuaji; Banjar Kusa ( Kusia ); Banjar Abian Sandat;
Banjar Rijasa. Semua nama banjar ini mengacu pada nama kayu yang
merupakan gerombolan ( rumpun ) hutan semak belukar yang tumbuh pada saat itu
di wilayah ini. Walaupun hanya tinggal nama.
2) Nawa Gunung
Bongga: daerah hutan buah-buahan, tetapi penduduknya jarang.
3)
Sari Wukir : hasil daerah pegunungan
Dari tahun 1343 – tahun 1605, sejarah Desa Bebetin
masih gelap, karena belum ada sumber tertulis yang menjelaskan tentang Bebetin.
Kemudian semenjak kekuasaan I Gusti Ngurah Panji Sakti di
Kerajaan Buleleng atau pada masa pemerintahan Dalem Di Made di
Klungkung ( 1605-1686), nama Bebetin disebut-sebut kembali dengan pemimpinnya
pada saat itu dipegang oleh seorang Pasek Bebetin.
Pada tahun 1815 suasana di Bebetin masih tetap di bawah
pemerintahan Raja Buleleng, yaitu keturunan I Gusti Ngurah Panji Sakti,
dengan pusat pemerintahan di ibukota Kabupaten Buleleng sekarang
Pada tahun 1815 disebut-sebutlah para tertua di Desa
Bebetin, yaitu Jero Gede Pasek, Jero Gede Bendesa , Jero Pasek Gede Dana
dari Kawanan, I Made Dwaja dari Kawanan, Kumpi Gumiana dari Pulasari,
leluhurnya Buyut Sringanti dari warga Dalem Sukawati dan lain-lain.
Beliau-beliau itulah yang diceritakan melanjutkan pembangunan di Desa Bebetin.
Bebetin pun semakin marak berkembang dibarengi dengan datangnya warga-warga
dari Bali Selatan maupun dari Bali Utara. Warga-warga ini menetap di Desa
Bebetin dan menjadi kerama Desa bebetin. Disamping menjadi krama , tiap-tiap
warga yang datang ke desa ini langsung membangun pura keluarga yang disebut
panti, paibon, dadiya dan lain-lain. Sampai saat ini pura-pura keluarga di Desa
Bebetin berjumlah 40 buah pura dengan anggota ( pengempon ) 3-250 KK. Sedangkan
untuk Desa Adat Bebetin ditandai dengan adanya konsep Tri Hita Karana,
yaitu Kahyangan Tiga (Pura Bukit, Pura Bale Agung, Pura Dalem, dan pura
wewiden lainnya); Palemahan; dan Pawongan.
Palemahan Desa Bebetin sekarang meliputi luas 641.700 Ha
yang terdiri dari 6 dusun, yaitu :
1)
Dusun Pendem
2)
Dusun Kusia
3)
Dusun Desa
4)
Dusun Bengkel
5)
Dusun Tabang
6)
Dusun Manuksesa
Dengan demikian, munculnya nama
Bebetin sudah disebut-sebut sejak tahun 1260. Sebelum tahun 1260 nama Bebetin
tidaklah pernah disebut, tetapi justru nama Banua Baru yang mengalami kerusakan
dari tahun 989-1050, lalu dikatakan tipe desa yang punah, berubah wajah menjadi
semak belukar (Betbetan). Setelah ditata kembali menjadi Betbetin Bebetin
Lebih lanjut ,
menurut cerita orang-orang tua di Desa Bebetin (Nyoman Seputra Almarhum) , di
wilayah inilah tempat membuat panggul (alat pemukul) gamelan yang akan dibawa
ke Batur. Alat yang digunakan untuk menghaluskan panggul itu disebut pemebetan.
Sedangkan bahan panggul itu sendiri dibuat dari
jenis-jenis kayu pullet. Bahan itu mudah diperoleh di sekitar Desa
Bebetin sekarang karena semak belukar atau hutannya tergolong lestari.
Dilihat dari ciri-ciri desa pakeraman serta bangunan suci
yang ada, bahwa Desa Bebetin termasuk desa tua, karena masih ada ditemukan
ciri-ciri pengaruh Mpu Kuturan, yaitu:
1)
Pada Pura Dalem Gede Desa Bebetin
tidak ditemukan Padmasana. Demikian juga bangunan pura yang
paling depan Paduraksa, sedangkan di halaman tengah ( jaba tengah ) baru ada
Candi Bentar. Struktur pura seperti ini tidak seperti struktur pura yang
dibangun setelah abad X
2)
Di dalam pakeraman desa adat semacam
republik desa, dikendalikan oleh para Hulu Desa yang terdiri dari
Jero Pasek , Kubayan , Penyarikan , Bau , dan Jero
Mangku yang kesemuanya itu dikenal dengan nama Desa Empat Likur
( Desa 24 ).
Pada tanggal 9 April 1946, di zaman revolusi fisik Bebetin
kembali terukir dalam hiasan sejarah. Desa Bebetin menjadi lautan api, karena
diserang oleh Nica Belanda. Kemudian Ketua Markas Suka ( I Gede Kojan )
bersama pemuda pejuang lainnya pindah ke
Dusun Bingin Galungan. Korban pertempuran tak dapat dihindarkan.
Pejuang yang gugur adalah I Made Wetan , Bapa Suweca , Bapa Tabanan,
Nyoman Sedana, Cening Juita dan Ida Bagus Toya.
Hingga sekarang Bebetin dikenal sebagai “ Desa Berjuang”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar